TERASBERITA – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar menegaskan bahwa vaksin TBC (tuberkulosis) hasil pengembangan dengan dukungan dari pendiri Microsoft, Bill Gatestelah melalui pengujian yang ketat dan dinyatakan aman pada fase uji klinis awal.
Ia memastikan, efek samping yang ditemukan selama uji klinis fase 1 dan 2 tergolong ringan dan tidak membahayakan jiwa.
Di antara efek yang ditimbulkan pada uji klinis sebelumnya yaitu demam serta peningkatan suhu tubuh pada tahap-tahap awal seperti efek vaksin pada umumnya.
“Tidak ada yang berefek pada risiko yang berbahaya, misalnya membahayakan jiwa,” tegas Taruna di Kantor BPOM, Jakarta Pusat pada Kamis, 15 Mei 2025.
Taruna menyebut bahwa vaksin TBC tersebut memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Ia menjelaskan uji klinis tahap 3 dilakukan untuk memastikan khasiat atau manfaat dari vaksin tersebut.
“Uji klinis tahap 3 itu menunjukkan tahap yang terpenting, apakah indikasinya nanti diatas 50 persen, atau 60 persen, 70 persen dan sebagainya,” jelas Taruna.
Taruna menekankan bahwa pemerintah dan BPOM tidak ingin rakyat Indonesia hanya dijadikan objek uji coba dalam pengembangan vaksin tersebut.
Oleh karena itu, BPOM menerapkan standar evaluasi ilmiah yang sangat ketat sebelum memberikan izin uji klinis lanjutan.
“Kami sebagai Badan POM tentu sangat melindungi rakyat. Kami tidak ingin rakyat hanya sekadar uji coba. Karena itu, proses evaluasi vaksin ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan objektif,” ujarnya.
Proses evaluasi tersebut dilakukan oleh tim independen dari Komite Nasional Evaluasi Obat, yang terdiri dari para profesor dan ahli dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia, termasuk dari Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Uji klinis fase 3 akan dilakukan di beberapa lokasi dengan melibatkan ribuan peserta untuk menilai kemampuan vaksin dalam memberikan perlindungan minimal 50 persen terhadap infeksi TBC.
Jika hasilnya memuaskan, vaksin ini berpotensi menjadi bagian penting dalam program imunisasi nasional.
Vaksin TBC yang sedang dikembangkan ini diharapkan menjadi terobosan dalam pengendalian penyakit tuberkulosis, khususnya di negara-negara dengan beban kasus tinggi seperti Indonesia.
Berdasarkan data terbaru, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia setelah India.
Penyakit TBC terbesar kedua di dunia itu ada di Indonesia, yang pertama di India. Artinya, masyarakat kita, rakyat kita sangat membutuhkan pengobatan TBC itu,” ujar Taruna.